HARIANMEMOKEPRI.COM - Tato merupakan Salah satu perkara yang kerap dipermasalahkan oleh beberapa muslim dalam Islam. Khususnya, hukum yang melarang atau membolehkan sesuai dengan dalil shahih dari hadits Rasulullah SAW.
Kata "tato" berasal dari bahasa Tahiti, "tatu" yang berarti menandakan sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tato berarti gambar atau lukisan pada bagian (anggota) tubuh.
Mengutip buku Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 4 karangan Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, tato dalam bahasa Arab disebut dengan al wasymu yang berarti tindakan menusuk kulit tubuh dengan jarum dan alat lainnya, baik di bagian punggung telapak tangan, pergelangan tangan, wajah, bibir, dan sebagainya lalu titik yang ditusuk tadi diisi dengan alkohol dan bahan lainnya hingga berubah warnanya menjadi hijau.
Baca Juga: Lurah Air Raja Berganti, Ibnu Roji Pindah Kampung Bugis
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menyebut hukum membuat tato adalah haram karena dianggap menghalangi air wudhu atau tidak. Keharaman tersebut juga berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Pasalnya, dalil keharaman tato sudah secara gamblang dijelaskan dalam salah satu hadits yang sudah diriwayatkan.
Diriwayatkan dari Abdullah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,
لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ تَعَالَى
Artinya: Allah melaknat orang yang membuat tato dan orang yang meminta dibuatkan tato, orang yang meminta dicabutkan bulu alisnya, orang yang menghias giginya untuk mempercantik dirinya, dan orang yang mengubah ciptaan Allah. (HR Bukhari dan Muslim)
Baca Juga: Gubernur Kepulauan Riau Ikuti Rakornas Kepala Daerah dan Forkominda Seluruh Indonesia
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menyebut, tempat yang ditato termasuk najis. Sebab itu, wajib dihilangkan bagi muslim. Namun, ada dua hukum yang berlaku bila menghilangkan tato tersebut membutuhkan operasi atau pembedahan kulit.
Penghilangan tato tidak diwajibkan bila ada kekhawatiran membahayakan organ tubuh yang bersangkutan, seperti wajah atau telapak tangan. Pelaku hanya diwajibkan untuk bertobat. Hukum yang kedua yakni tetap ada kewajiban menghilangkan tato bila tidak ada kekhawatiran akan timbul bahaya dari pembedahannya.
Baca Juga: Khofifah Indar Parawansa Terima Pesan Strategi dari Presiden
Sementara itu, soal orang yang bertato dan hendak bertobat, Imam Al Bujairimi dalam Kitab I'anat al Thalibin pernah berpendapat. Bila seseorang bertato sejak sebelum baligh maka tidak ada kewajiban baginya untuk menghilangkan tato tersebut. demikian penjelasan Imam Al Bujairimi yang diterjemahkan K.H. Imaduddin Utsman al-Bantanie dalam Buku Induk Fikih Islam Nusantara.
Kemudian, bila tato tersebut dibuatnya setelah baligh lantaran suatu hajat, seperti sebagai tanda pengenal dalam suatu pekerjaan atau membahayakan bila tatonya dihilangkan maka tidak ada kewajiban menghilangkan tatonya tersebut. Namun, berlaku sebaliknya bila tato dibuat setelah baligh tanpa ada hajat tertentu maka hal itu wajib dihilangkan.
Artikel Terkait
Kapolresta Tanjungpinang dan Jajaran Bakti Sosial Religi di Sejumlah Rumah Ibadah
Peringati HUT Bhayangkara Ke 76, Satlantas Polres Bintan Gelar Bansos dan Bakti Religi
Wisata Religi, Kompleks Makam Troloyo, Tempat Semayamnya Syekh Jumadil Kubro
Regulasi Pemanfaatan Borobudur dan Prambanan sebagai Destinasi Religi
Kembangkan Wisata Religi, Ratu Tatu Chasanah Gelar Festival Kebudayaan